Selamat Datang di Sistem Informasi Penerbitan (SiPena)
 

Alih Aksara Serat Siti Dhusun Kraton Mataram Kartasura

Judul : Alih Aksara Serat Siti Dhusun Kraton Mataram Kartasura
Penulis : Rendra Agusta
Penerbit : Perpusnas Press
ISBN : 978-623-313-668-6
e-ISBN : 978-623-313-667-9 (PDF)
Halaman : 88
Tahun Terbit : 2023
Penyunting :
Tata Letak :
Desain Cover :
Abstrak : Serat Siti Dhusun yang terdapat di katalog Javanese Language Manuscripts of Surakarta Central Java A Preliminary Descriptive Catalogus Level III (Nancy Florida, 1996) yang berada di Museum Radya Pustaka Surakarta dengan nomor RP 128 (739.72 Bab b) Reel 16-39/5 (Nancy Florida, 1996:165). Dalam khasanah sastra nusantara terdapat teks yang memang dimaksudkan sebagai hukum dalam masyarakat atau hukum adat. Di Jawa dikenal dengan anggêr-anggêr atau undang-undang (Baried, 1994, hal. 29). Selain itu kita juga mengenal adanya Pèngêtan, Pratelan, Prangjanjèn, Rêrêpèn, dan lain-lainnya. Naskah dengan jenis – jenis ini adalah karya prosa non-sastra. Perjanjian Giyanti memuat wilayah Kesultanan Yogyakarta pada mulanya dibagi menjadi beberapa lapisan yaitu Nagari Ngayogyakarta (Ibukota), Nagara Agung (wilayah utama atau pendamping), dan Mancanagara (wilayah luar). Wilayah ibukota dan nagaragung seluas 53.000 karya dan Mancanagara seluas 33.950 karya. Selain itu, masih terdapat tambahan wilayah dari Danurejo I di Banyumas, seluas 1.600 karya (sekitar 9,3544 km persegi). Data-data mengenai perpindahan kekuasaan sejak perjanjian Giyanti 1755 hingga perjanjian Klaten 1830 bukanlah hal yang mudah. Pada tahun 1773, daftar registrasi tanah dalam Serat Klepu diganti dengan Serat Ebuk Anyar. Kedua ini merupakan kompilasi wilayah Yogyakarta-Surakarta, hingga saat ini keberadaan kedua naskah ini dipertanyakan. Pada tahun 1792 dan 1802, Sultan Hamengkubuwono II membagi wilayahnya kembali untuk meningkatkan pendapatan keraton. Setelah itu, wilayah Yogyakarta-Surakarta yang belum jelas batasnya juga makin rumit ketika penambahan wilayah Pakualaman dan Mangkunegaran. Pada tahun 1812, Raffles membuat perjanjian penataan ulang tanah-tanah kerajaan yang lebih teratur. Perjanjian Klaten pada tanggal 27 September 1830 merupakan penataan akhir wilayah keraton Yogyakarta maupun Surakarta yang lebih permanen. Naskah Siti Dhusun menjadi penting dikaji untuk memberi pendasaran. Secara khusus, teks dalam naskah Siti Dhusun RP 128 sangat dimungkinkan ditulis atau disalin dari teks-teks siti dhusun sebelum perjanjian Giyanti dan atau perjanjian-perjanjian pembagian tanah setelahnya.