Abstrak |
: |
Mendulang intan tetap dikerjakan orang Banjar sampai sekarang. Dalam mendulang intan orang Banjar dihadapkan pada beberapa persoalan antara lain teknologi produksi modern dengan peralatan yang lebih canggih untuk memaksimalkan hasil produksi intan yang diambil dari dalam perut bumi. Intensifnya negara dalam hal ini pemerintah pusat dan daerah dalam menggalakkan perizinan tambang, yang harus dimiliki setiap penambang batuan termasuk tambang batu intan. Selanjutnya, intensifnya pemerintah dalam menggalakkan upaya pengelolaan lingkungan hidup, khususnya dampak lingkungan akibat pertambangan, tidak terkecuali pendulangan intan.
Berbagai persoalan tersebut tidak bisa dilepaskan dari kekuatan modal yang harus dimiliki para pendulang intan, khususnya untuk menggunakan mesin sedot. Pendulang intan berlian harus mampu bertahan dengan mendulang intan berlian secara manual tradisional, sehingga mereka tidak dapat dikategorikan sebagai penambang liar. Mereka hanya menggali lubang secara terbatas, dengan produksi intan yang juga sangat terbatas.
Implikasi zaman kapitalisme di Indonesia saat ini, menyebabkan semakin berkurangnya produksi intan yang diambil dari dalam perut bumi Kalimantan, karena berkurangnya pendulang intan tradisional, dan terbatasnya kemampuan modal pendulang intan, yang lebih memilih menanam lahan kebunnya dengan perkebunan karet, perkebunan sawit dan pertanian padi.
Intan sebagai barang mewah yang dicari dari dalam tanah, selalu dianggap sangat sukar menemukannya. Oleh sebab itu, intan Banjar dipenuhi dengan berbagai mitos, yang melambangkan betapa sukarnya untuk mendapatkannya, namun sekaligus dianggap barang yang sangat berharga, karena jika mendapatkannya, terutama intan besar di atas 10 karat, dapat menaikkan taraf kehidupan penemunya. |